Social Icons

Baju Murah - Himpitan Ekonomi

Tempo hari saya di ajak diskusi sama teman tentang persiapan untuk menyambut bulan suci ramadhan tahun ini, sebenarnya bukan diskusi sih tapi lebih kepada sharing tentang apa saja yang di siapkan untuk menghadapi bulan suci ini. Hidup di kota besar macam jakarta memang kadang membuat orang harus berpikir bolak - balik sebelum benar benar memutuskan sesuatu.

Ini hanya sekedar sharing dengan teman yang kebetulan berada dan hidup di jakarta dengan segala polemik yang tersiar di banyak media massa. Mungkin pepatah bilang sekejam - kejam nya ibu tiri masih lebih kejam ibu kota itu benar adanya. Meskipun saya hanya mendengar cerita namun jika yang bercerita adalah pelaku nya langsung, rasa sesak juga amat terasa di dada tentang himpitan ekonomi hidup ddi kota besar macam jakarta.

Menjelang bulan ramadhan dia harus bersiap dan berpikir berulang ulang untuk membagi pendapatannya yang tak seberapa besar, dengan 2 anak itu dia merasa cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup apalagi menghadapi puasa dan hari hari raya. Dia harus rela bersusah payah menjari tempat untuk belanja dengan harga yang paling murah. Seperti hal nya anak - anak lain saat - saat ini anak nya sudah membicarakan tentang lebaran dengan baju baru, Pada hal lebaran juga boleh di bilang masih jauh (puasa saja belum kan?!) Menurut cerita dia, Tahun lalu saja dia tidak membelikan baju untuk ke dua anaknya. Saat itu dia nganggur sebab tempat nya bekerja kolap, kini dia hanya bekerja sebagai cleaning servis sebuah perusahaan swasta dengan gaji di bawah UMK.

Tahun ini meskipun berkerja namun dia bercerita tetap belum bisa memenuhi kebutuhan anak selayaknya anak - anak yang lain. Yang dia pikirkan dia harus membelikan baju bagi anak - anak nya untuk berlebaran. Dimana beli baju murah di kota sebesar jakarta. Kata dia orang boleh bilang belanja di pasar tanah abang bisa dapat baju dengan harga murah. Sementara untuk menuju tanah abang dia harus keluar uang 20 ribu.

Sempat saya tanya kenapa nggak pulang kampung saja dan membangun hidup dari nol dari pada hidup di jakarta dengan kesulitan seperti itu. Dia hanya bisa menjawab ada hal - hal menjadi kendala untuk pulang kampung, dan itu semua belum terselesaikan hingga sekarang. Aku ingin bercerita banyak di sini namun justru aku sulit untuk menyampaikan. Entah kenapa aku membayangkan jika aku harus seperti dia entah apa yang terjadi. hidup ku memang susah tapi jika mendengar apa yang dia rasakan miris hati ini. Ingin aku menolong tetapi apa yang bisa aku lakukan untuk menolong nya? Mungkin hanya doa semoga Tuhan segera memberi jalan untuk nya agar bisa hidup layak dalam kebahagiaan bersama keluarga nya.

Ya Tuhan keluarkan dia dari himpitan ekonomi yang dia alami dan berikan kekuatan pada nya. Sahabat, semoga kau di beri kesabaran